Wearemania.net - Sore ini suasana Stadion Gelora Sriwijaya Palembang masih seterik kemarin saat aku melakukan liputan sesi uji lapangan tim Arema
dan Persib Bandung yang nanti malam akan bertanding di final Inter
Island Cup. Seharusnya terik itu bisa sedikit diteduhkan oleh senyum
gadis yang saat ini duduk di sebelahku, di tribun media. Sayang, saat
ini paras manisnya tertutup oleh mendung yang bergelayut di mukanya.
Kupandangi terus gadis yang tatapannya tak lepas dari para pemain Persib yang sedang melakukan pemanasan di sisi lapangan sebelah utara. Matanya terus mengikuti sesosok pemain Maung Bandung bernomor 10.
"Mai, sudahlah jangan dilihatin terus," sapaku singkat, namun tak membuyarkan lekat tatapan hangatnya pada pria yang kupastikan hingga saat ini masih tersimpan indah dalam memori gadis itu.
"Move on Mai," sapaku lagi, kali ini sambil mencoba menyenggol bahu mungilnya. Namun gadis yang kupanggil Mai itu tak bergeming.
"Aku masih gak percaya," gumamnya pelan. "Loyalitasnya tergadaikan!!"
Kukernyitkan dahi, mencoba mencerna sepatah dua patah kata yang digumamkannya. Otakkku langsung tertuju pada semusim lalu, saat di mana pria pemilik nomor 10 itu masih sering kuwawancarai. Ya, semusim lalu kuingat dia mengemban ban kapten tim Arema U-21.
Aku sadar, aku pun yakin bahwa ucapan si Mai bukan hanya sebatas kekecewaan sebagai seorang fans kepada bintang idolanya. Yang aku tahu, ada kisah kasih di antara mereka berdua, dulu. Setidaknya itu yang pernah kudengar dari cerita Mamanya.
*******
Suatu siang, saat tak sengaja aku mampir ke rumah si Mai, ketika gadis itu masih berada di kampusnya, Mamanya menemuiku. Beliau banyak cerita tentang hubungan putrinya dengan si kapten, maksudnya mantan kapten tim Arema U-21 itu.
"Kadang saya bingung juga sama kedua anak itu. Saya tahu kalau si Mai masih sayang sama dia, bagitu juga mantannya itu. Tapi keduanya saling gengsi dengan prinsip dan ego masing-masing," ungkap Mama Mai.
Wanita paruh baya itu tak tahu jika putri cantiknya dan mantan yang diomongkannya itu bisa kenal dekat karena aku. Ya, sebenarnya itu hanya usahaku untuk balas budi pada si kapten yang karenanya aku jadi dekat dengan seorang gadis yang kemudian menjadi kekasihku dan saat ini telah menjadi masa laluku.
"Yang saya tahu si Mai itu berusaha membenci mantannya itu, tapi semakin dia berusaha membencinya maka dia akan semakin kangen. Itu kenapa sampai saat ini dia belum bisa membuka hatinya untuk cinta lain," kata-kata Mama Mai sejenak mengecilkan harapanku.
*******
Sentuhan tangan di pundak menyadarkanku dari lamunan. Tanpa kusadari seluruh pemain kedua kesebelasan yang akan bertanding malam ini telah masuk kembali ke ruang ganti. Sesi pemanasan telah usai.
"Nih DSP dari Pengawas Pertandingan," ujar Mai lembut sambil menyerahkan selembar Daftar Susunan Pemain Arema vs Persib Bandung.
Kuambil lembaran putih itu dan kubaca. Ada nama Sulaiman Budi Hermansyah di starting lineup Persib malam ini. Ya, playmaker muda eks kapten Arema U-21 yang disebut Mai sebagai pengkhianat tersebut.
"Main juga dia rupanya," kata Mai sambil melirik DSP di tanganku. Wajahnya masih sedatar yang tadi. Aku hanya membalasnya dengan seutas senyuman.
"Seharusnya namanya ada di lineup tim Arema ya," ujarku sejurus kemudian. Kerdipan mata si Mai seolah menyetujui kalimatku barusan.
Yang kutahu memang demikian. Dalam sebuah wawancara semusim silam, Sulaiman pernah bercerita tentang mimpi besarnya menjadi pemain Arema kelak. Tak heran, karena memang Arema tim yang difavoritkannya sejak kecil. Bahkan untuk mewujudkan mimpinya itu, dia merintis karir sepakbola sejak di Akademi Arema.
Namun, kebijakan manajemen tim kebanggaannya itu justru yang menghancurkan mimpi besarnya!!
*******
Sore ini adalah latihan perdana tim Arema usai menjalani libur panjang kompetisi. Liputanku jadi menarik karena selain rasa penasaran melihat siapa-siapa saja pemain lawas yang dipertahankan, juga soal pemain anyar yang bargabung musim ini. Namun bukan hanya itu yang membuatku penasaran.
Aku ingin membuktikan janji manajemen musim lalu yang akan menaikkelaskan dua sampai tiga pemain Arema U-21 ke tim senior. Pikirku tak jauh-jauh, pasti salah satunya adalah si kapten, Sulaiman. Tapi, ternyata pemain 21 tahun itu tak ada dalam skuat senior yang sore ini berlatih di sebuah lapangan futsal.
"Iya Sam, aku gak masuk dalam proyeksi tim senior, padahal sudah dijanjikan sejak dua musim terakhir ini," terang Sulaiman sepekan kemudian.
"Terus rencanamu selanjutnya?" tanyaku singkat. Hening sejenak.
"Gak tahu Sam. Mungkin aku tetap akan bertahan di Malang, setidaknya sampai ada klub yang mau menampungku," jawabnya.
*******
Rasa penasaranku pada kisah kasih Mai dengan si mantan kapten Arema U-21 itu membuncah. Tanpa sadar bibirku mengeluarkan pertanyaan pada gadis berkaus biru bertuliskan Aremanita yang masih setia duduk di sebelahku itu, "Kok bisa sih dia memilih menyeberang ke Bandung, dan meninggalkan gadis yang sangat mencintainya ini?"
Sejenak Mai terhenyak. Tatapan tajamnya kini beralih tertuju ke kedua bola mataku. Tersirat keengganan menjawab pertanyaanku yang membangkitkan kenangannya bersama sang mantan.
Sebenarnya, tanpa dijawab pun aku sudah tahu alasannya pergi meninggalkan Malang, Arema dan juga Mai.
"Aku gak mau pacaran dulu Sam. Masih banyak tanggungan, harus menghidupi Ibu, apalagi Bapak sudah sakit-sakitan, adik-adik juga butuh biaya sekolah," jawab Sulaiman kala kutanya soal hubungannya dengan Mai, sesaat sebelum dirinya memutuskan pergi ke Bandung.
"Gak kasihan sama Mai? Bukannya kamu sayang banget sama dia?" tandasku. Tapi tak ada respon dari Sulaiman.
Gelegar suara MC pertandingan yang membacakan Daftar Susunan Pemain menggunakan sound sistem lagi-lagi membuyarkan lamunanku. Saat nama Sulaiman Budi Hermansyah disebut, sekilas kulihat mimik wajah Mai yang masih duduk di sebelahku tampak bercampur aduk antara benci dan rindu. Ya, dia rindu masa-masa kebersamaan dengan mantannya itu, tapi dia benci karena sama sekali tak tahu alasan kenapa Sulaiman meninggalkannya begitu saja tanpa ada kata putus atau sekedar berpamitan.
Tapi aku juga paham loyalitas dan cintanya berbenturan dengan pengabdiannya pada keluarga yang dicintainya. Dan itu yang tak dipahami, atau lebih tepatnya gak diketahui oleh Mai sebagai orang yang sebenarnya sangat menyayanginya.
Mendadak udara malam Palembang berubah menjadi dingin dan kering. Kulepas jaketku dan kusangkutkan di kedua bahu Mai. Gadis berbibir mungil itu kembali terhenyak.
"Aduh, gak usah Sam," ujarnya seraya menepis uluran tanganku. "Pakai saja, aku biasa seperti ini kalau di stadion".
"Gak. Lebih baik aku yang kedinginan daripada gadis yang kusayangi yang kedinginan," jawabku singkat. Mai kembali terhenyak, seolah tak menyangka aku bakal berkata demikian.
"Aku memang belum bisa menggantikan sosoknya di hatimu, tapi tolong jangan tolak niat baikku untuk mengobati rasa sakit hatimu," ucapku lirih sambil kembali memakaikan jaket di badan Mai seiring peluit wasit tanda kick off babak pertama final Inter Island Cup antara Arema vs Persib Bandung malam ini.
TAMAT
Kupandangi terus gadis yang tatapannya tak lepas dari para pemain Persib yang sedang melakukan pemanasan di sisi lapangan sebelah utara. Matanya terus mengikuti sesosok pemain Maung Bandung bernomor 10.
"Mai, sudahlah jangan dilihatin terus," sapaku singkat, namun tak membuyarkan lekat tatapan hangatnya pada pria yang kupastikan hingga saat ini masih tersimpan indah dalam memori gadis itu.
"Move on Mai," sapaku lagi, kali ini sambil mencoba menyenggol bahu mungilnya. Namun gadis yang kupanggil Mai itu tak bergeming.
"Aku masih gak percaya," gumamnya pelan. "Loyalitasnya tergadaikan!!"
Kukernyitkan dahi, mencoba mencerna sepatah dua patah kata yang digumamkannya. Otakkku langsung tertuju pada semusim lalu, saat di mana pria pemilik nomor 10 itu masih sering kuwawancarai. Ya, semusim lalu kuingat dia mengemban ban kapten tim Arema U-21.
Aku sadar, aku pun yakin bahwa ucapan si Mai bukan hanya sebatas kekecewaan sebagai seorang fans kepada bintang idolanya. Yang aku tahu, ada kisah kasih di antara mereka berdua, dulu. Setidaknya itu yang pernah kudengar dari cerita Mamanya.
*******
Suatu siang, saat tak sengaja aku mampir ke rumah si Mai, ketika gadis itu masih berada di kampusnya, Mamanya menemuiku. Beliau banyak cerita tentang hubungan putrinya dengan si kapten, maksudnya mantan kapten tim Arema U-21 itu.
"Kadang saya bingung juga sama kedua anak itu. Saya tahu kalau si Mai masih sayang sama dia, bagitu juga mantannya itu. Tapi keduanya saling gengsi dengan prinsip dan ego masing-masing," ungkap Mama Mai.
Wanita paruh baya itu tak tahu jika putri cantiknya dan mantan yang diomongkannya itu bisa kenal dekat karena aku. Ya, sebenarnya itu hanya usahaku untuk balas budi pada si kapten yang karenanya aku jadi dekat dengan seorang gadis yang kemudian menjadi kekasihku dan saat ini telah menjadi masa laluku.
"Yang saya tahu si Mai itu berusaha membenci mantannya itu, tapi semakin dia berusaha membencinya maka dia akan semakin kangen. Itu kenapa sampai saat ini dia belum bisa membuka hatinya untuk cinta lain," kata-kata Mama Mai sejenak mengecilkan harapanku.
*******
Sentuhan tangan di pundak menyadarkanku dari lamunan. Tanpa kusadari seluruh pemain kedua kesebelasan yang akan bertanding malam ini telah masuk kembali ke ruang ganti. Sesi pemanasan telah usai.
"Nih DSP dari Pengawas Pertandingan," ujar Mai lembut sambil menyerahkan selembar Daftar Susunan Pemain Arema vs Persib Bandung.
Kuambil lembaran putih itu dan kubaca. Ada nama Sulaiman Budi Hermansyah di starting lineup Persib malam ini. Ya, playmaker muda eks kapten Arema U-21 yang disebut Mai sebagai pengkhianat tersebut.
"Main juga dia rupanya," kata Mai sambil melirik DSP di tanganku. Wajahnya masih sedatar yang tadi. Aku hanya membalasnya dengan seutas senyuman.
"Seharusnya namanya ada di lineup tim Arema ya," ujarku sejurus kemudian. Kerdipan mata si Mai seolah menyetujui kalimatku barusan.
Yang kutahu memang demikian. Dalam sebuah wawancara semusim silam, Sulaiman pernah bercerita tentang mimpi besarnya menjadi pemain Arema kelak. Tak heran, karena memang Arema tim yang difavoritkannya sejak kecil. Bahkan untuk mewujudkan mimpinya itu, dia merintis karir sepakbola sejak di Akademi Arema.
Namun, kebijakan manajemen tim kebanggaannya itu justru yang menghancurkan mimpi besarnya!!
*******
Sore ini adalah latihan perdana tim Arema usai menjalani libur panjang kompetisi. Liputanku jadi menarik karena selain rasa penasaran melihat siapa-siapa saja pemain lawas yang dipertahankan, juga soal pemain anyar yang bargabung musim ini. Namun bukan hanya itu yang membuatku penasaran.
Aku ingin membuktikan janji manajemen musim lalu yang akan menaikkelaskan dua sampai tiga pemain Arema U-21 ke tim senior. Pikirku tak jauh-jauh, pasti salah satunya adalah si kapten, Sulaiman. Tapi, ternyata pemain 21 tahun itu tak ada dalam skuat senior yang sore ini berlatih di sebuah lapangan futsal.
"Iya Sam, aku gak masuk dalam proyeksi tim senior, padahal sudah dijanjikan sejak dua musim terakhir ini," terang Sulaiman sepekan kemudian.
"Terus rencanamu selanjutnya?" tanyaku singkat. Hening sejenak.
"Gak tahu Sam. Mungkin aku tetap akan bertahan di Malang, setidaknya sampai ada klub yang mau menampungku," jawabnya.
*******
Rasa penasaranku pada kisah kasih Mai dengan si mantan kapten Arema U-21 itu membuncah. Tanpa sadar bibirku mengeluarkan pertanyaan pada gadis berkaus biru bertuliskan Aremanita yang masih setia duduk di sebelahku itu, "Kok bisa sih dia memilih menyeberang ke Bandung, dan meninggalkan gadis yang sangat mencintainya ini?"
Sejenak Mai terhenyak. Tatapan tajamnya kini beralih tertuju ke kedua bola mataku. Tersirat keengganan menjawab pertanyaanku yang membangkitkan kenangannya bersama sang mantan.
Sebenarnya, tanpa dijawab pun aku sudah tahu alasannya pergi meninggalkan Malang, Arema dan juga Mai.
"Aku gak mau pacaran dulu Sam. Masih banyak tanggungan, harus menghidupi Ibu, apalagi Bapak sudah sakit-sakitan, adik-adik juga butuh biaya sekolah," jawab Sulaiman kala kutanya soal hubungannya dengan Mai, sesaat sebelum dirinya memutuskan pergi ke Bandung.
"Gak kasihan sama Mai? Bukannya kamu sayang banget sama dia?" tandasku. Tapi tak ada respon dari Sulaiman.
Gelegar suara MC pertandingan yang membacakan Daftar Susunan Pemain menggunakan sound sistem lagi-lagi membuyarkan lamunanku. Saat nama Sulaiman Budi Hermansyah disebut, sekilas kulihat mimik wajah Mai yang masih duduk di sebelahku tampak bercampur aduk antara benci dan rindu. Ya, dia rindu masa-masa kebersamaan dengan mantannya itu, tapi dia benci karena sama sekali tak tahu alasan kenapa Sulaiman meninggalkannya begitu saja tanpa ada kata putus atau sekedar berpamitan.
Tapi aku juga paham loyalitas dan cintanya berbenturan dengan pengabdiannya pada keluarga yang dicintainya. Dan itu yang tak dipahami, atau lebih tepatnya gak diketahui oleh Mai sebagai orang yang sebenarnya sangat menyayanginya.
Mendadak udara malam Palembang berubah menjadi dingin dan kering. Kulepas jaketku dan kusangkutkan di kedua bahu Mai. Gadis berbibir mungil itu kembali terhenyak.
"Aduh, gak usah Sam," ujarnya seraya menepis uluran tanganku. "Pakai saja, aku biasa seperti ini kalau di stadion".
"Gak. Lebih baik aku yang kedinginan daripada gadis yang kusayangi yang kedinginan," jawabku singkat. Mai kembali terhenyak, seolah tak menyangka aku bakal berkata demikian.
"Aku memang belum bisa menggantikan sosoknya di hatimu, tapi tolong jangan tolak niat baikku untuk mengobati rasa sakit hatimu," ucapku lirih sambil kembali memakaikan jaket di badan Mai seiring peluit wasit tanda kick off babak pertama final Inter Island Cup antara Arema vs Persib Bandung malam ini.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar