Wearemania.net - Sebuah mimpi mulia coba dilambungkan tinggi ke angkasa oleh Ardisya Fajarningtyas. Aremanita Surabaya ini ingin menjadi ahli gizi yang bekerja untuk skuat Arema, klub kebanggaannya.
Setidaknya, gadis 23 tahun ini punya modal yang bagus untuk menjadi seorang ahli gizi sebuah klub sepakbola. Tiga tahun silam, Aremanita kelahiran 22 Januari 1992 ini telah menyelesaikan pendidikan D3 di jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
Saat ini, sehari-hari Aremanita yang mengaku sebagai pengidola Sunarto ini hidup di tanah rival, Surabaya. Disya, sapaan akrabnya, bekerja di sebuah rumah sakit swasta di kandang Persebaya sebagai konsultan gizi.
"Sebenarnya awalnya dulu tidak diizinkan oleh orang tua. Tapi namanya juga ingin mencari pengalaman di luar kota, sekalian untuk belajar hidup mandiri," tutur Disya saat ditemui WEAREMANIA di rumahnya di kawasan Bumiayu, Malang.
Seperti kota besar pada umumnya, hidup di Surabaya butuh perjuangan keras bagi seorang Aremanita seperti Disya. Namun cap sebagai "rival abadi" Bonekmania selaku penguasa kota, tak membuat gadis yang juga mengaku sebagai Milanisti ini gentar.
Ya, rekan-rekan kerjanya memang kebanyakan merupakan pendukung setia Persebaya yang terlanjur berlabelkan "musuh besar" Aremania. Tak jarang Disya mendapatkan bully secara verbal dari mereka di tempat kerja.
"Pernah waktu nobar (nonton bareng) semifinal ISL 2014 kemarin saat Arema kalah dari Persib Bandung, banyak teman saya Bonek yang pastinya mendukung Persib (sebagai solidaritas kepada sahabatnya, Viking) pada mencemooh saya," aku sulung empat bersaudara ini.
Namun demikian, alumni SMA Negeri 2 Malang ini belum pernah mendapatkan intimidasi secara fisik dari para Bonek. Menurutnya, pandai menjaga sikap, sopan, dan santun menjadi kunci utama sukses mencari penghidupan di tanah rival.
Tinggal jauh di kota pahlawan tak membuat Disya lupa pada lima huruf kesayangannya, Arema. Puluhan kilometer jarak Surabaya - Malang selalu ditempuhnya kala Arema melakoni laga kandang di Stadion Kanjuruhan Malang.
Seperti di ISL musim lalu, dari seluruh laga kandang, gadis penyuka bakso ini hanya absen dua kali datang ke stadion. Tribun VIP hampir pasti menjadi tempat pilihannya dalam mendukung Arema berlaga.
"Sebenarnya saya suka juga di tribun ekonomi, tapi dulu pernah punya pengalaman buruk. Handphone saya jadi korban copet, jadi agak malas ke ekonomi lagi. Apalagi kalau musim hujan, atau pas nonton bareng teman-teman sesama Aremanita," ujar pemilik rambut ikal ini.
Sebagai bukti loyalitasnya, tiga laga Arema di babak penyisihan Grup B SCM Cup 2015 pun dihadirinya. Bahkan di laga kedua, saat menjamu Persela Lamongan (20/1), Disya sempat berpacu dengan waktu menggunakan sepeda motornya dari Surabaya.
Setidaknya, gadis 23 tahun ini punya modal yang bagus untuk menjadi seorang ahli gizi sebuah klub sepakbola. Tiga tahun silam, Aremanita kelahiran 22 Januari 1992 ini telah menyelesaikan pendidikan D3 di jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
Saat ini, sehari-hari Aremanita yang mengaku sebagai pengidola Sunarto ini hidup di tanah rival, Surabaya. Disya, sapaan akrabnya, bekerja di sebuah rumah sakit swasta di kandang Persebaya sebagai konsultan gizi.
"Sebenarnya awalnya dulu tidak diizinkan oleh orang tua. Tapi namanya juga ingin mencari pengalaman di luar kota, sekalian untuk belajar hidup mandiri," tutur Disya saat ditemui WEAREMANIA di rumahnya di kawasan Bumiayu, Malang.
Seperti kota besar pada umumnya, hidup di Surabaya butuh perjuangan keras bagi seorang Aremanita seperti Disya. Namun cap sebagai "rival abadi" Bonekmania selaku penguasa kota, tak membuat gadis yang juga mengaku sebagai Milanisti ini gentar.
Ya, rekan-rekan kerjanya memang kebanyakan merupakan pendukung setia Persebaya yang terlanjur berlabelkan "musuh besar" Aremania. Tak jarang Disya mendapatkan bully secara verbal dari mereka di tempat kerja.
"Pernah waktu nobar (nonton bareng) semifinal ISL 2014 kemarin saat Arema kalah dari Persib Bandung, banyak teman saya Bonek yang pastinya mendukung Persib (sebagai solidaritas kepada sahabatnya, Viking) pada mencemooh saya," aku sulung empat bersaudara ini.
Namun demikian, alumni SMA Negeri 2 Malang ini belum pernah mendapatkan intimidasi secara fisik dari para Bonek. Menurutnya, pandai menjaga sikap, sopan, dan santun menjadi kunci utama sukses mencari penghidupan di tanah rival.
Tinggal jauh di kota pahlawan tak membuat Disya lupa pada lima huruf kesayangannya, Arema. Puluhan kilometer jarak Surabaya - Malang selalu ditempuhnya kala Arema melakoni laga kandang di Stadion Kanjuruhan Malang.
Seperti di ISL musim lalu, dari seluruh laga kandang, gadis penyuka bakso ini hanya absen dua kali datang ke stadion. Tribun VIP hampir pasti menjadi tempat pilihannya dalam mendukung Arema berlaga.
"Sebenarnya saya suka juga di tribun ekonomi, tapi dulu pernah punya pengalaman buruk. Handphone saya jadi korban copet, jadi agak malas ke ekonomi lagi. Apalagi kalau musim hujan, atau pas nonton bareng teman-teman sesama Aremanita," ujar pemilik rambut ikal ini.
Sebagai bukti loyalitasnya, tiga laga Arema di babak penyisihan Grup B SCM Cup 2015 pun dihadirinya. Bahkan di laga kedua, saat menjamu Persela Lamongan (20/1), Disya sempat berpacu dengan waktu menggunakan sepeda motornya dari Surabaya.
Ada instagram gak kak?
BalasHapusAku aremania ponorogo